DINAS KOMINFO KAB. BELU – Senin (03/02), Maek bako atau Porang adalah salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang sudah dikenal masyarakat Kabupaten Belu sejak lama. Tanaman yang tumbuh liar ini awalnya dianggap sebagai tanaman penggangu bagi tanaman palawija milik masyarakat sehingga harus dibasmi.
Seiring dengan perkembangan jaman dimana peradapan bangsa – bangsa didunia mulai saling mengenal satu sama lain maka terkuaklah informasi bawa tanaman ini ternyata menjadi salah satu bahan makanan pokok bagi masyarakat Jepang, Taiwan dan Korea, karena mengandung karbohidrat yang tinggi dan juga menjadi bahan baku kosmetik disamping mamfaat lainnya yang juga tidak kala penting.
Di awal tahun Dua ribuan setelah ada pengusaha di Kabupaten Belu tertarik untuk mengantarpulaukan umbi maek bako masyarakat pun baru sadar kalau tumbuhan ini ternyata mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sehingga merekapun mengumpulkan umbi maek bako dan membawa ke toko untuk dijual. Salah satu pengusaha di Kota Atambua yang menerima umbi kering Maek Bako adalah Toko Gaja Mada.
Tahun 2000 Produksi maek Bako/Porang di Belu masih tergolong tinggi bisa mencapai ratusan ton/tahun. Namun Produksi maek bako ini setiap tahun semakin menurun dan pada Tahun 2016 Produksi Maek Bako hanya berkisar 10 – 12 ton/tahun. Hal ini disebabkan karena masyarakat hanya mengambil umbi Maek Bako di hutan-hutan tanpa tau cara membudidayakannya.
Barulah pada tahun 2018 Produksi maek Bako kembali meningkat menjadi 20-25 ton semenjak bibit maek bako dikembangkan kembali oleh Pemerintah dan Masyarakat Kabupaten Belu. (Harian Timor Express, Selasa, 16/06-2019).
Semenjak Maek bako disebut sebagai salah satu jenis tanaman yang akan dikembangkan dalam janji kampanye dari Bupati dan Wakil Bupati Belu terpilih pada tahun 2015 silam ada masyarakat yang secara mandiri sudah mencari bibit di hutan-hutan kemudian di tanam di Halaman rumah bahkan di dalam kebun mereka sendiri. Budidaya Maek Bako ini semakin berkembang saat Pemerintah Kabupaten Belu mengelontorkan sejumlah angaran untuk pengadaan anakan Maek Bako untuk dibagi-bagikan kepada kelompok petani yang selanjutnya ditanam pada kawasan hutan jati atau di tanam di kebun milik para petani sendiri.
Pengembangan budidaya Maek Bako kini telah dilakukan dihampir seluruh wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Belu. Salah satunya di Dusun Bubur Lulik, Desa Tuku Neno, Kecamatan Tasifeto Barat. Hampir di setiap rumah penduduk di Desa ini terdapat Maek Bako. Ada yang ditanam secara mandiri ada yang mendapatkan bantuan bibit dari Pemerintah melalui kelompok tani.
“Saya sudah menanam maek bako sejak tahun 2017, sampai saat ini belum panen. Mulanya bibit Maek Bako saya cari sendiri di Hutan, yang besar saya iris, keringkan dan jual, sementara yang kecil saya tanam di pekarangan rumah dan kebun saya sendiri,” ujar Fransiskus Bouk salah seorang anggota kelompok tani Setia Kawan.
Diakuinya, setelah memperoleh informasi bawah pemerintah Kabupaten Belu menyediakan bibit anakan maek bako maka ia dan beberapa warga masyarakat membentuk kelompok tani dan selanjutnya kepada mereka dibagikan anakan maek bako untuk di tanam di kebun mereka masing-masing.
Masih menurut Frans Bouk, kalau dulu ia dan warga mencari Maek Bako di hutan-hutan yang jauh dari rumah, butuh waktu lama dan tenaga untuk menggangkut sampai kerumah. Selain itu, kalau dulu maek bako di hutan-hutan masih banyak dan muda didapatkan, namun sekarang sudah sulit untuk ditemukan.
“Maek bako dihutan itu milik banyak orang, siapa cepat dia dapat, dan tidak ada kesadaran untuk meninggalkan sebagian umbi untuk tumbuh kembali, sehingga semakin hari semakin berkurang dan satu saat akan hilang semua,” pungkasnya.
Kelompok tani lain yang juga mengembangkan maek Bako adalah kelompok Tani Horiu Jaya. Menurut ketua kelompok Melkianus Derus Meak kelompok tani ini baru terbentuk tahun 2017, sementara ia sendiri sudah menanam maek bako secara mandiri sejak tahun 2016 setelah mendapatkan informasi tentang maek bako yang akan dibudidayakan oleh pemerintah Belu.
“Maek bako yang saya tanam dengan bibit yang saya ambil sendiri dari hutan telah saya panen pada tahun 2019, setelah ditimbang beratnya sekitar Tiga ratusan kilo gram, dan saya mendapat uang Delapan Juta Rupiah lebih,” terang Derus Meak.
Menurutnya, selain bibit Maek Bako dari Pemerintah kini dia sendiri telah mencoba untuk menyemaikan benih anakan Maek Bako dari bungan jantan yang tumbuh dipermukaan tanah.
“Bibit maek bako bisa dikembangkan dari biji katak yang menempel didaun, bisa juga diambil dari biji jantan yang tumbuh dipermukaan tanah,” Ujar Meak sembari menjunjukan tempat ia menyemaikan anakan maek bako yang dia ambil dari Biji jantan.
Masih menurut sang petani yang ulet ini, biji katak yang tumbuh melekat didaun paling banyak 4 sampai 5 biji, namun kalau dari biji jantan yang tumbuh dipermukaan tanah bisa mencapai 50 sampai 60 biji.
Foto/Berita: Rio BB & Okto Mali
The post MENAKAR ANIMO MASYARAKAT DALAM BUDIDAYA MAEK BAKO appeared first on Kabupaten Belu.
Terima kasih karena anda telah membaca berita terbaru dari Pemkab Belu, silahkan bagikan informasi ini kepada rekan-rekan anda.